๐ŸŒพ Menelusuri Jejak Asal Usul Blora — Tanah Penuh Sejarah, Jiwa yang Tak Pernah Pada

Kisah Cinta untuk Tanah Blora dari Tim Bolodewe Traveler

Peta Kabupaten Blora

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.
Pagi itu, tanggal 14 Oktober 2025, matahari baru saja menembus lembut sela pepohonan jati di tanah Blora. Udara terasa tenang, namun penuh makna. Kami, tim Bolodewe Traveler, memulai perjalanan menelusuri asal-usul kota Blora, sebuah tanah yang menyimpan begitu banyak kisah perjuangan, kebudayaan, dan keberkahan.


Pasar Sido Makmur Blora

๐ŸŒฟ Tanah Timur Jawa Tengah yang Kaya Makna

Blora—sebuah kabupaten yang berdiri tegak di ujung timur Provinsi Jawa Tengah, berbatasan langsung dengan Jawa Timur. Luas wilayahnya mencapai 1.820,59 kilometer persegi, dan menurut data BPS tahun 2025, dihuni oleh sekitar 914.172 jiwa.
Namun Blora bukan sekadar angka, bukan pula sekadar wilayah di peta. Blora adalah jiwa yang hidup, yang berdenyut dengan sejarah, perjuangan, dan doa ribuan warganya.

Hari Jadi Kabupaten Blora ditetapkan pada 11 Desember 1749, tanggal yang bukan hanya penanda administratif, tetapi simbol lahirnya sebuah daerah yang tumbuh dari semangat kebangsaan dan spiritualitas.


Tradisi Tandur atau menanam Padi di blora

๐Ÿ’ง Asal-Usul Nama “Blora” — Dari Air, Tanah, dan Kehidupan

Nama Blora sendiri memiliki akar makna yang dalam.
Secara etimologis, kata “Blora” berasal dari dua kata kuno: “Wai” yang berarti air, dan “Lorah” yang berarti tanah rendah atau jurang.
Dalam perjalanan waktu dan lidah orang Jawa, “Wai Lorah” berubah pengucapannya menjadi “Bailorah”, lalu akhirnya menjadi Blora — yang berarti tanah rendah berair atau berlumpur.

Air dan lumpur — dua unsur kehidupan. Dari situlah Blora tumbuh, mengalirkan kesuburan dan keberkahan bagi siapa pun yang hidup di atasnya. Bahkan dalam cerita rakyat, Blora diyakini berasal dari kata “Belor”, yang juga berarti lumpur — simbol kesederhanaan, namun kaya makna tentang kesabaran dan keteguhan.


Alun Alun Blora

๐Ÿ•ฐ️ Jejak Sejarah Panjang: Dari Demak hingga Mataram

Sejarah Blora telah terukir sejak masa Kerajaan Demak, ketika wilayah ini termasuk dalam Kadipaten Jipang yang dipimpin oleh Arya Penangsang.
Setelah Demak berpindah ke Pajang di bawah Sultan Hadiwijaya, Blora tetap menjadi bagian penting dari perkembangan kerajaan-kerajaan besar di tanah Jawa.

Pada masa Mataram Islam, Blora menjadi bagian dari wilayah Bang Wetan, daerah timur yang memiliki peranan strategis.
Hingga masa pemerintahan Pakubuwana I, Blora diserahkan kepada putranya, Pangeran Blitar, yang diberi gelar Adipati untuk mengelola wilayah seluas 3.000 karya (hektare).

Lalu tibalah tahun 1749, masa yang menentukan arah sejarah Blora. Ketika Pangeran Mangkubumi mengklaim tahta Mataram pada 11 Desember 1749, Blora menjadi bagian dari wilayah kekuasaannya.
Ia menunjuk Tumenggung Wilatikta sebagai Bupati Blora pertama. Dari sinilah tonggak berdirinya Blora sebagai kabupaten dimulai.

Pemberontakan Mangkubumi berakhir dengan Perjanjian Giyanti, yang membelah Mataram menjadi dua: Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.
Dalam perjanjian itu, Blora masuk ke dalam kekuasaan Kasunanan Surakarta — namun semangat rakyat Blora tetap bebas, penuh perjuangan, dan berjiwa merdeka.


sate kambing blora

๐ŸŒพ Julukan dan Jati Diri: Kota Sate, Kota Barongan, dan Kota Kayu Jati

Setiap sudut Blora menyimpan identitasnya sendiri.
Blora dijuluki Kota Sate, karena kelezatan Sate Blora yang khas: sate yang disajikan dengan nasi kuah opor kuning di atas pincuk daun jati.
Uniknya, di Blora, pengunjung bisa membeli sate tanpa harus satu porsi penuh — cukup sesuai kemampuan dan keinginan.
Tradisi sederhana ini mencerminkan nilai kearifan lokal: kesederhanaan, kejujuran, dan kebersamaan.

Blora juga dikenal sebagai Kota Kayu Jati, karena hampir separuh wilayahnya adalah hutan jati.
Dari kayu dan akar jati inilah lahir karya seni berkelas tinggi dari tangan-tangan perajin lokal, terutama di Desa Tempellemahbang, Kecamatan Jepon.
Setiap ukiran akar jati adalah doa dan karya — wujud ketekunan masyarakat Blora dalam menjaga warisan alam.

Kerajinan Jati Blora

⛏️ Blora, Tanah Purba dan Kota Minyak

Tak hanya budaya dan kayu, Blora juga menyimpan jejak peradaban purba.
Di Desa Kapuan, Kecamatan Cepu, ditemukan fosil-fosil purba seperti paus dan banteng raksasa, yang menjadi bukti bahwa tanah Blora pernah menjadi bagian dari lingkungan purba berjuta tahun silam.

Sementara itu, Cepu, salah satu kecamatan di Blora, dikenal sebagai kota minyak sejak masa kolonial Belanda.
Kini, kawasan Blok Cepu menjadi simbol modernisasi Blora — penghubung antara masa lalu dan masa depan.
Selain menjadi ladang minyak, Cepu juga menjadi pusat pendidikan perminyakan melalui Akademi Migas Cepu, tempat generasi muda belajar tentang energi dan keberlanjutan.

Blok Cepu

Fosil Gajah Purba Blora

๐Ÿ’– Blora Hari Ini: Warisan Sejarah, Semangat Masa Depan

Blora bukan sekadar tempat lahir para pahlawan dan seniman, tetapi juga tanah para pekerja keras dan pecinta kedamaian.
Dari hutan jatinya yang kokoh, dari satenya yang sederhana, dari barongannya yang gagah — semua menyatu menjadi jiwa Blora: kuat, hangat, dan penuh cinta.

Kami, tim Bolodewe Traveler, menutup perjalanan ini dengan hati yang penuh rasa syukur.
Blora bukan hanya tanah kelahiran bagi sebagian orang, tapi tanah kehidupan bagi semua yang datang dengan cinta.


Tugu Pancasila Blora

๐ŸŒบ Renungan Penutup

“Ya Allah, jadikanlah langkah kami di tanah Blora ini langkah penuh berkah.
Tumbuhkanlah rasa cinta kami kepada tanah kelahiran, kepada sejarah dan warisan para leluhur.
Berikan kekuatan bagi generasi Blora untuk menjaga alamnya, budayanya, dan keimanannya.
Aamiin ya Rabbal ‘Alamin.”


Blora — Tanah yang Menyimpan Doa, Menumbuhkan Cinta, dan Menghidupkan Semangat.

Dari Bolodewe Traveler, untuk Blora tercinta.
Karena mencintai tanah kelahiran adalah bagian dari iman.

Share on Google Plus

About BOLODEWE TRAVELER

0 comments:

Posting Komentar