Misteri, Keheningan, dan Karomah Syekh Imam Sanusi Al Yamani
Feature Religi — Edisi Oktober 2025 | Oleh Tim Bolodewe Traveler
Foto : Area Makam Syekh Imam Sanusi Al Yamani
Perjalanan Menuju Sunyi
Pagi itu, Minggu, 28 September 2025, kabut tipis masih menyelimuti perbukitan Montong, Tuban, Jawa Timur. Tim Bolodewe Traveler memulai perjalanan yang tak biasa — sebuah ekspedisi spiritual untuk menelusuri jejak Syekh Imam Sanusi Al Yamani, seorang wali besar yang diyakini menyebarkan Islam di tanah Jawa pada masa Kerajaan Mataram dan Pajang.
Perjalanan dimulai pukul 08.00WIB pagi. Jalan yang kami lalui menanjak, berkelok, dan makin lama makin sempit dan sangat terjal,beberapa kali kami tergelincir. Beberapa kali kami tersesat, bahkan tiga kali salah arah akibat petunjuk peta digital yang tidak akurat.
Namun di balik rasa lelah dan keraguan, ada semangat yang terus menyala. Kami percaya, setiap langkah menuju makam wali bukan sekadar perjalanan fisik, tapi perjalanan batin.
Menjelang sore, setelah bertanya pada warga dan memanjatkan doa mohon petunjuk, seakan ada cahaya yang menuntun. Di tengah rimbunnya hutan Kedung Banteng, akhirnya kami menemukan tempat itu — makam Syekh Imam Sanusi Al Yamani, terletak di tepi Sungai Kedung Banteng, dikelilingi tebing tinggi dan panorama alam yang menakjubkan.
Foto : Gapura Pintu Masuk Makam
Ulama dari Tanah Yaman
Syekh Imam Sanusi Al Yamani dikenal sebagai ulama asal Yaman yang menebarkan dakwah Islam di kawasan Jawa Timur dan Jawa Tengah. Beliau adalah sosok guru spiritual bagi banyak Ulama terdahulu, salah satunya Syekh Abdul Jabbar dari Mulyoagung nglirip, Singgahan, Tuban — ulama yang kelak dikenal sebagai pejuang dakwah dan pejuang melawan penjajahan belanda.
Kedung Banteng bukan hanya sekadar tempat persinggahan. Di masa lampau, lokasi ini menjadi pusat penggemblengan ilmu spiritual bagi para murid beliau. Di atas tebing masih tersisa petapaan yang diyakini sebagai tempat Syekh Imam Sanusi ber-khalwat, menyepi dalam zikir.
Selain itu, wilayah ini juga pernah menjadi tempat persembunyian Syekh Abdul Jabbar dari belanda karena medannya yang sulit dijangkau dan diyakini sangat keramat.
Foto : Pak Tris Juru Kunci Makam
Karomah dan Kisah Gaib di Balik Keheningan
Cerita-cerita tentang karomah Syekh Imam Sanusi masih hidup hingga kini. Menurut Pak Tris, juru kunci makam, ada kisah banjir besar yang melanda daerah sekitar namun tidak setetes pun air menyentuh area makam.
“Airnya hanya mengalir di sekitar, tidak berani melintas di makam beliau,” tuturnya.
Pak Tris juga menuturkan, pernah ada seorang peziarah perempuan yang datang dengan niat tidak baik — berharap cepat kaya. Tak lama setelah memasuki area makam, wanita itu dikabarkan terkunci di dalam dan beberapa saat kemudian terpental keluar dalam keadaan ketakutan.
“Ada juga seorang vlogger yang meliput dan lari terbirit-birit karena melihat ular besar muncul di depan makam,” tambahnya sambil tersenyum.
Pesan Pak Tris sederhana namun penuh makna:
“Datanglah ke sini dengan niat baik. Jangan meminta hal yang melanggar syariat. Tempat ini bukan untuk mencari keberuntungan duniawi, tapi untuk bermuhasabah menenangkan hati dan mendekatkan diri kepada Allah.”
Foto : Pak Wandi Anggota Koramil Tuban
Panggilan Spiritual Seorang Prajurit
Salah satu kisah yang paling menggetarkan datang dari Pak Wandi, seorang Anggota TNI yang sekarang bertugas di Koramil Tuban,beliau juga mantan prajurit Kopassus yang kini ikut merawat makam.
Pada tahun 2016, saat bertugas di Bandung, ia mengaku mendapat petunjuk melalui mimpi untuk mencari makam Syekh Imam Sanusi dan menjaganya.
“Awalnya saya tidak percaya. Tapi mimpi itu datang berulang-ulang. Akhirnya saya nekat ke Tuban untuk mencari,” ujarnya.
Setelah beberapa hari menelusuri pedalaman Montong, ia akhirnya menemukan lokasi makam. Saat itu, area makam masih tertutup hutan lebat dan semak belukar. Dalam proses membersihkan area, Pak Wandi sempat tergelincir ke sungai bersama motornya.
Ia menganggap kejadian itu sebagai pesan spiritual.
“Mungkin itu cara Allah menegur saya, agar membersihkan hati sebelum membersihkan makam wali,” katanya lirih.
Sejak itu, bersama beberapa sahabat, Pak Wandi mulai merawat makam menggunakan dana pribadi. Berkat ketekunan mereka, kini akses menuju makam sudah lebih terbuka, meski kesakralannya tetap terjaga.
Foto : Kondisi Dalam Makam Syekh Imam Sanusi Al Yamani
Tempat Ziarah dan Kontemplasi
Kini, makam Syekh Imam Sanusi Al Yamani menjadi tujuan ziarah spiritual bagi banyak orang. Biasanya, peziarah datang pada Minggu malam Senin dan Kamis malam Jumat untuk berdoa, bermeditasi, dan mencari ketenangan batin.
Haul beliau rutin dilaksanakan pada bulan Besar, Kamis Pahing, dan selalu dipenuhi oleh peziarah dari berbagai daerah.
Mbah Imam Sanusi dikenal sebagai “guru para wali di Tanah Jawa.” Meski jasad beliau telah berpulang, karomah dan keilmuannya masih terasa hingga kini.
Di Kedung Banteng ini pula tersimpan senjata pusaka peninggalan Syekh Abdul Jabbar, sebagai simbol persaudaraan spiritual antara guru dan murid.
Foto: Sungai Kedung Banteng
Makna di Balik Perjalanan
Perjalanan menuju Kedung Banteng bukan sekadar ekspedisi alam atau penelusuran sejarah.
Ia adalah perjalanan jiwa — mengingatkan bahwa mencari wali sejati bukan tentang menemukan makam, melainkan menemukan kembali hati yang bersih dan niat yang lurus.
Suara gemericik air sungai yang mengalir di tepi makam seolah berbisik lembut, mengingatkan bahwa kedamaian sejati lahir dari hati yang bersih dan niat yang lurus.
Diantara hutan dengan kicauan burung serta belalang,disertai bisikan angin hutan Montong, kami menyadari satu hal:
Kedung Banteng bukan sekadar tempat ziarah. Ia adalah cermin keheningan, tempat manusia belajar rendah hati dan menyadari kebesaran Allah.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Catatan Redaksi
Makam Syekh Imam Sanusi Al Yamani kini dikelola oleh masyarakat setempat secara swadaya. Bagi yang ingin berziarah, dianjurkan datang dengan niat ibadah, tidak meminta hal-hal di luar syariat, serta menjaga adab dan kebersihan area makam.
Video Lengkap Perjalanan Mencari Jejak Para Wali silahkan kunjungi YouTube Kami :
0 comments:
Posting Komentar