Oleh: Tim Bolodewe Traveler
Assalamualaikum
Warrohmatullahi Wabarokatuh.
Angin pagi berhembus lembut di tanggal 4 Oktober 2025, ketika
langkah-langkah kami, tim Bolodewe Traveler, menginjakkan kaki di tanah
Blora. Hari itu bukan sekadar perjalanan wisata, melainkan napak tilas penuh
makna — ziarah ke makam seorang tokoh besar yang namanya abadi dalam
sejarah dan iman: Pangeran Pojok, atau yang dikenal sebagai Syekh
Abdurrohim.
Beliau bukan
sekadar seorang ulama, bukan pula hanya seorang panglima. Pangeran Pojok adalah
penyebar Islam, pejuang Mataram, dan pendiri Blora, sosok yang namanya
melambangkan keberanian, keteguhan, dan pengabdian kepada Allah serta tanah
air.
Dari
Mataram ke Blora: Jejak Sang Wali Pejuang
Dalam
catatan sejarah dan kisah yang diwariskan turun-temurun, Pangeran Pojok
memiliki nama asli Pangeran Surobahu Abdul Rohim. Beliau hidup di masa Sultan
Agung Hanyokrokusumo, ketika Mataram sedang berjihad melawan penjajahan dan
pemberontakan di tanah Jawa.
Sultan Agung
menaruh kepercayaan besar kepada beliau — bukan hanya karena keturunannya yang
mulia, tetapi karena jiwanya yang teguh dan taat kepada Allah. Saat
negeri ini dilanda “keraman” atau pemberontakan di beberapa kadipaten, Sultan
Agung mengutus Pangeran Surobahu bersama pasukan Mataram untuk
memadamkannya.
Dengan 500
prajurit pilihan, beliau berangkat menuju Tuban, bukan untuk menumpahkan
darah, tapi untuk menegakkan kembali keadilan dan ketaatan kepada Allah.
Dalam setiap langkahnya, dzikir dan doa menjadi senjata utama. Dan benar
— dengan izin Allah, pemberontakan dapat ditumpas tanpa kehancuran
besar.
Sejak saat
itu, Pangeran Surobahu diangkat menjadi Adipati Tuban, memimpin
selama 42 tahun (1619–1661) dengan kebijaksanaan, kasih, dan semangat
dakwah. Dari sanalah jejak langkahnya menuntun beliau menuju tanah Blora
— tanah yang kelak menjadi bagian dari sejarah hidup dan perjuangannya.
Menamai
Tanah, Membangun Peradaban
Dalam
perjalanannya kembali dari Mataram, Pangeran Pojok beristirahat di bawah
pohon nangka. Di tempat itu beliau berkata lembut kepada para pengikutnya,
“Tempat ini belum punya nama. Kita beri nama Karangnangka, agar kelak
berbuah kebaikan seperti pohon ini.”
Langkahnya
berlanjut menembus hutan lebat, tempat di mana beliau dan para pengikutnya
harus nasak-nasak (membabat) jalan. Maka tempat itu dinamakan Sasak.
Ketika
rombongan melewati daerah berlumpur, mereka berjalan perlahan-lahan, alon-alon.
Dari kata belor (lumpur), lahirlah nama Blora.
Dan di tanah
inilah beliau kemudian mendirikan tempat ibadah di sebelah barat alun-alun,
yang kini dikenal sebagai Masjid Agung Baitunnur Blora. Sebuah
peninggalan yang hingga kini menjadi pusat spiritual dan saksi bisu dari iman
dan perjuangan seorang wali pejuang.
Jejak
Keturunan dan Cinta Negeri
Pangeran
Pojok dikaruniai tiga putra:
- Pangeran Kleco, dimakamkan di Kudus.
- Raden Sumodito dan Raden Dipoyudo,
dimakamkan di Blora.
Raden
Sumodito kelak diangkat sebagai Bupati pertama Kadipaten Blora,
meneruskan perjuangan sang ayah dalam membangun masyarakat beriman dan
berbudaya luhur.
Maka tak
heran bila Sunan Pojok Blora dikenang dengan banyak gelar:
Pangeran Pojok, Syekh Abdurrohim, Pangeran Surobahu, Pangeran Sedah, hingga
Mbah Benun Wali Pojok.
Semua nama itu adalah pancaran dari satu jiwa: jiwa pengabdian kepada Allah
dan tanah air.
Ziarah
Penuh Makna
Ketika kami
sampai di makam Sunan Pojok, suasana terasa begitu damai. Aroma tanah,
hembusan angin sore, dan lantunan shalawat para peziarah membuat hati kami
bergetar.
Di tempat itu, kami berdoa — bukan hanya untuk arwah beliau, tapi juga untuk
negeri ini, agar tetap dalam lindungan Allah, dijauhkan dari perpecahan,
dan terus dipenuhi dengan semangat juang seperti Pangeran Pojok dulu.
Setiap
tahun, haul beliau diperingati setiap tanggal 27 Suro, dan juga dikenang
dalam Hari Jadi Kabupaten Blora pada 10 Desember. Ribuan orang datang,
bukan sekadar untuk berziarah, tetapi untuk mengambil teladan dari kehidupan
seorang wali yang pejuang, dan pejuang yang wali.
Teladan Abadi
Dari napak
tilas ini, kami belajar bahwa iman tidak boleh berhenti di masjid, dan cinta
tanah air adalah bagian dari iman.
Pangeran Pojok mengajarkan bahwa menjadi seorang Muslim sejati berarti juga
menjadi pembela keadilan, penjaga persatuan, dan pengabdi bangsa.
Semoga
perjalanan ini menumbuhkan kembali semangat juang dan rasa syukur atas
perjuangan para leluhur.
Semoga kita semua dapat meneladani keberanian, keikhlasan, dan cinta beliau
kepada Allah dan Indonesia.
Doa
Ziarah & Dzikir
“Bismillahirrahmanirrahim.”
Assalamu’alaikum ya ahlal quburi, antum salafuna wa nahnu bil-atsar, inna
lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Ya Allah,
ampunilah dan rahmatilah hamba-Mu, Syekh Abdurrohim Pangeran Pojok Blora.
Jadikanlah beliau termasuk hamba-Mu yang Engkau ridhoi,
yang amalnya diterima,
dan tempatkanlah beliau di sisi-Mu yang paling mulia bersama para nabi, para
shiddiqin, syuhada, dan orang-orang saleh.
Ya Allah,
jadikanlah semangat perjuangan dan pengabdian beliau mengalir dalam darah kami
—
menumbuhkan iman, keberanian, dan cinta tanah air yang tak pernah padam.
Subhanallah,
Walhamdulillah, Wala ilaha illallah, Wallahu Akbar.
Laa hawla
wa laa quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘azhiim.
Al-Fatihah...
Ketika kami
menundukkan kepala di depan makam Sunan Pojok sore itu, angin berhembus lembut.
Seakan semesta ikut bersaksi atas ketulusan perjuangan beliau.
Air mata kami menetes — bukan karena duka, tapi karena haru menyadari bahwa
dari tanah inilah lahir tokoh besar yang memadukan keberanian, ketulusan,
dan ketakwaan.
Ziarah ini
menjadi pengingat, bahwa dalam setiap jengkal tanah Blora, tersimpan doa dan
perjuangan seorang wali.
Semoga semangat Sunan Pojok terus hidup dalam jiwa anak-anak negeri —
menebarkan cahaya Islam, menegakkan kebenaran, dan mengabdi kepada Allah SWT.
Wassalamualaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh.
0 comments:
Posting Komentar