Kisah Batu yang Menjadi Saksi Sejarah di Dukuh Watu Celeng, Rembang
Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Halo sahabat Bolodewe Traveler!
Hari ini kami kembali melangkah, bukan sekadar menjelajah tempat, tapi menyusuri waktu.
Kami bukan sekadar mencari pemandangan indah, tapi menggali kisah, menelusuri jejak para legenda, dan memeluk sejarah yang nyaris terlupakan.Perjalanan kali ini membawa kami ke sebuah kisah yang membuat bulu kuduk berdiri — kisah tentang Mbah Noyo Gimbal, seorang tokoh sakti, prajurit pemberani, dan legenda yang meninggalkan misteri di tanah Rembang.
Foto Hanya Ilustrasi
MENAPAK JEJAK SANG LEGENDA
Terik matahari siang itu membakar jalanan Desa Karas. Suara deru mobil memekakkan telinga, dan debu beterbangan setiap kali roda kendaraan kami berputar.
Namun di balik panas yang menyengat, ada sesuatu yang menarik langkah kami ke Dukuh Balokan dan Dukuh Watu Celeng — dua tempat yang namanya sarat akan kisah gaib dan perjuangan.
Menurut penelusuran kami, di sinilah tersimpan petilasan Mbah Noyo Gimbal, bukan makam, bukan tempat pertapaan, melainkan sebuah batu aneh yang menyerupai babi hutan — disebut Watu Celeng.
KISAH SANG PANGLIMA PERANG DAN PENOLAKAN TERHADAP PENJAJAH
Mbah Noyo Gimbal, atau yang dikenal juga dengan Noyo Sentiko, bukan tokoh sembarangan.
Ia adalah Panglima perang Pangeran Diponegoro, pejuang yang tak gentar melawan penjajahan Belanda.
Ketika Pangeran Diponegoro ditangkap, Noyo Gimbal tak menyerah. tapi melarikan diri kearah utara dan singgah dirembang. Ia menyepi, bertapa, memohon kesaktian dari Allah SWT agar bisa terus melawan ketidakadilan.
Namun perjuangannya tidak berjalan mulus.
Ia bertemu Wedana Sedan yang bersekutu dengan Belanda dan dibantu persenjataan belanda, hingga pecah pertempuran sengit. Noyo Gimbal kalah jumlah dan harus melarikan diri bersama para pengikutnya.
Dalam pelarian itulah, mereka melewati hutan, sungai, dan bukit — hingga sampai di sebuah daerah tempat Belanda menumpuk kayu glondongan.
Tempat itu kini dikenal dengan nama Balokan, dari kata balok, peninggalan sejarah dari masa pelariannya.
MISTERI WATU CELENG: KETIKA DOA MENGUBAH TAKDIR
Suatu hari, di tengah perjalanan pelarian, para pengikutnya melihat seekor babi hutan besar menghadang jalan.
Babi itu menatap tajam, menggertak, seolah menolak langkah mereka.
Pengikut Noyo Gimbal panik dan melapor kepada sang tokoh.
Dengan tenang, Mbah Noyo berkata,
“Iku watu, dudu celeng... itu batu, bukan babi!”
Dan seketika, babi itu membatu di tempatnya berdiri.
Hening menyelimuti hutan. Tak ada suara, hanya desir angin yang seolah membawa pesan gaib.
Sejak saat itu, tempat itu dikenal dengan nama Watu Celeng — batu yang menjadi saksi bisu kekuatan doa dan kebesaran Allah SWT.
Foto Hanya Ilustrasi
CERITA MISTIS DARI WARGA BALOKAN
Kami, Tim Bolodewe Traveler, berkesempatan berbincang dengan Bapak Sodiq dan Bapak Shobari, warga asli Balokan.
Beliau berdua menceritakan kisah yang membuat kami terdiam.
“Dulu, sekitar dua puluh tahun lalu,” ujar Pak Sodiq,
“banyak orang datang ke Watu Celeng. Mereka ziarah, menabur bunga, menyalakan dupa…”
Namun dua pemuda yang tak setuju dengan hal itu datang membawa palu besar.
Dengan lantang mereka berteriak takbir dan menghantam batu itu berkali-kali sambil mengcap takbir. Tapi batu itu tak hancur, hanya sedikit mengalami kehancuran dibagian telinga batu,ekor dan mulut.
Anehnya, beberapa hari kemudian kedua pemuda yang berusaha menghancurkan batu tersebut jatuh sakit, mereka berteriak seperti orang kesurupan dan ketakutan, sampai akhirnya beberapa waktu kemudian lalu mereka berdua meninggal dunia.
Sejak saat itu, tak ada lagi yang berani merusak Watu Celeng.
Batu itu tetap berdiri — diam, tapi menyimpan cerita yang mengguncang hati.
Kini, Watu Celeng bukan sekadar batu di bawah jembatan Karas–Pamotan.
Ia adalah simbol sejarah, pengingat perjuangan, dan peringatan agar kita tak angkuh terhadap kekuatan ilahi.
Warga berharap, petilasan itu dipugar, dijaga, diberi cungkup dan pagar.
Bukan untuk disembah, tapi dihormati — sebagai warisan budaya yang menandai jejak leluhur kita.
Sahabat Bolodewe Traveler, setiap perjalanan bukan hanya tentang langkah kaki, tapi juga tentang rasa.
Tentang bagaimana kita menghargai tanah tempat kita berpijak, dan bagaimana kita menjaga warisan leluhur agar tak hilang dimakan waktu.Di balik kisah mistis, tersimpan nilai luhur: semangat juang, keteguhan iman, dan cinta tanah air.
Karena bangsa yang besar bukan hanya yang membangun gedung tinggi, tapi yang menjaga kisah-kisah lama agar tetap hidup di hati generasi muda.
Dari Desa Karas, Dukuh Balokan, dan Watu Celeng, kami, Bolodewe Traveler, berpamitan.
Mari terus melangkah, menelusuri jejak para pejuang, dan menumbuhkan cinta pada budaya kita sendiri.Sampai jumpa di penelusuran berikutnya.
Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.
🎥 Bolodewe Traveler — Menapaki Jejak, Menyatu dengan Sejarah.
Video lengkap Perjalanan Kami silahkan saksikan di youtube Kami:
0 comments:
Posting Komentar