🕯️ Jejak Misterius Mbah Noyo Gimbal di Gunung Genuk: Antara Mistis, Sejarah, dan Semangat Merdeka

 Liputan Khusus Tim Bolodewe Traveler


Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Pagi itu, Sabtu, 11 Oktober 2025, langit Blora masih berselimut kabut tipis ketika kami, tim Bolodewe Traveler, memulai perjalanan menuju Rembang. Tujuan kami kali ini bukan sekadar destinasi wisata alam — tapi menelusuri jejak sang legenda pejuang, Mbah Noyo Sentiko, atau yang lebih dikenal masyarakat sebagai Mbah Noyo Gimbal, seorang pejuang rakyat, seorang pertapa, dan konon, seorang pemilik ilmu yang melampaui nalar manusia biasa.

Beliau bukan sembarang tokoh. Dalam sejarah lisan masyarakat Blora dan Rembang sekitarnya, Mbah Noyo Gimbal dikenal sebagai sosok pejuang sakti yang menentang penjajahan Belanda, seorang panglima tangguh yang menempuh jalan sunyi demi kemerdekaan bangsanya.


Foto : Monumen Noyo Sentiko Gunung Genuk

🚩 Perjalanan Menuju Gunung Genuk: Antara Peta dan Petunjuk Warga

Kami berangkat dari Dukuh Kalitempur, Desa Tempurejo, Kecamatan Bogorejo, Kabupaten Blora.
Di layar ponsel, Google Maps menampilkan jarak sekitar 16 kilometer menuju Gunung Genuk, tempat diyakini sebagai petilasan Mbah Noyo Gimbal. Namun, jalur yang ditunjukkan malah mengarah ke Tawaran, Tuban, melewati hutan dan jalan persil yang sepi dan membingungkan.

Beruntung, setelah bertanya pada sahabat Bpk. Sohari di Desa Jinanten, Kecamatan Sale, kami diarahkan melalui jalur Desa Mrayun. “Lewat situ aja, jalannya rame dan enak dilewati,” kata bapak sohari.

Foto : Warga Mrayun Sale

dan kami mendapatkan nasehat juga dari sesepuh dan berpesan:

“Berhati-hatilah... karena yang kalian cari bukan hanya tempat, tapi juga jiwa yang masih hidup di sana.”


Foto : Hutan gunung genuk

🏞️ Gunung Genuk: Antara Keindahan dan Aura Mistis

Setelah sekitar 90 menit berkendara, kami tiba di kaki Gunung Genuk. Di depan kami berdiri monumen Mbah Noyo Gimbal — sederhana tapi penuh wibawa. Dari monumen inilah jalan setapak menuju petilasan dimulai, menembus hutan jati tua yang menjulang bagai penjaga zaman.

Begitu berkendara masuk, suasana mistis langsung terasa.
Burung-burung hutan menjerit melengking, dedaunan bergetar tanpa angin, dan hawa sejuk tiba-tiba berubah dingin menggigit.
Kami saling pandang — tak ada kata, hanya senyum kecil menahan degup jantung yang mulai cepat.

Dari monumen ke petilasan jaraknya sekitar satu kilometer. Jalanan menanjak, licin oleh lumut dan dedaunan kering. Di kiri kanan, pepohonan jati berbaris seperti pasukan diam yang menjaga rahasia masa lalu.


Foto : Cungkup Petilasan Noyo Gimbal Gunung Genuk

⚔️ Jejak Sang Pejuang: Mbah Noyo Gimbal dan Gunung Surak

Menurut penuturan warga dan catatan lisan, Gunung Genuk dahulu adalah markas rahasia Mbah Noyo Gimbal.
Dari sinilah beliau mengatur strategi perang, bersemedi, dan melatih ilmu kanuragan. Gunung ini juga menjadi titik pengamatan untuk memantau pasukan Belanda yang melintas dari Pamotan dan sale menuju ke Blora.

Di sinilah pula kisah heroik meletus — di tempat bernama Gunung Surak, yang dulu disebut juga Irung Petruk.
Ketika pasukan Belanda lewat, Mbah Noyo Gimbal dan para pengikutnya meskipun tidak terlalu banyak,mereka menyerang secara gerilya. Mereka berpencar di balik pohon jati, berteriak keras bersorak, membuat musuh ketakutan dan panik.
Teriakan itu menggema di lembah hingga terdengar seperti ribuan suara.
Sejak saat itu, daerah itu disebut Gunung Surak, dari kata bersorak — simbol keberanian rakyat melawan penindasan.

Keangkeran tempat itu masih dipercaya hingga kini. Banyak warga yang mengaku mendengar suara sorak lirih di tengah malam, seperti gema dari masa perjuangan yang enggan padam.


Foto : Gunung Genuk Dari Drone

🕯️ Petilasan Mbah Noyo Gimbal: Antara Doa dan Kejadian Tak Terduga

Setelah melewati tanjakan panjang, akhirnya kami tiba di area petilasan. Di sana berdiri cungkup sederhana, tempat doa dan meditasi, dengan batu genuk — wadah air alami dari batu besar yang dipercaya sebagai tempat Mbah Noyo Gimbal bersemedi.

Suasananya tenang, tapi hawa mistis begitu kuat.
Angin bertiup pelan, membawa aroma tanah basah dan bunga kering.

Kami duduk, menunduk, dan mulai membaca tahlil. Namun saat bacaan belum selesai… tiba-tiba sesuatu terjadi.
Lampu di cungkup yang sejak tadi mati — menyala sendiri.
Kami spontan saling menatap. Tak ada suara, hanya detak jantung yang terasa di telinga, bulu kudu meridnding.

Angin berhembus kencang, daun-daun beterbangan seolah ada yang lewat.
Kami tak tahu apakah itu kebetulan... atau mungkin tanda, bahwa roh perjuangan Mbah Noyo Gimbal masih menjaga tempat ini.


Foto : Genuk Petilasan Mbah Noyo Gimbal

📸 Kamera Hidup Sendiri

Selesai berdoa, kami bersiap pulang. Saat mengenakan sepatu, tiba-tiba kamera yang sudah kami matikan… menyala sendiri.
Lampunya berkedip, dan tanpa kami tekan tombol apa pun, kamera itu mulai merekam ulang.
Tak lama kemudian, lampu yang sebelumnya menyala di cungkup — mati bersamaan.

Hening.
Hutan terasa begitu sepi.
Hanya suara detak kamera yang terus berputar tanpa perintah.

Kami semua terdiam. Tak ada yang bicara, hanya pandangan penuh tanda tanya dan rasa takjub.


Foto : Bapak Drs. H Ricky SH.

🌿 Penjaga Gunung dan Pesan dari Masa Lalu

Saat hendak keluar dari area hutan, kami bertemu dengan sosok ramah, Bapak Drs. H. Ricky, S.H., pengelola sekaligus penjaga kawasan petilasan.
Beliau bercerita bahwa pengembangan area ini diprakarsai oleh Mbah Karman bersama pihak kepolisian Rembang, dengan tujuan agar generasi muda bisa mengenal sejarah perjuangan lokal.

“Tempat ini keramat, tapi juga penuh berkah,” ujar beliau pelan.
“Kalau datang ke sini, jagalah ucapan, jagalah sikap.
Karena di sini bukan hanya alam yang hidup… tapi juga semangat para leluhur yang masih menyala.”


Foto : Mbah Karman Bersama Pemerhati Situs Gunung Genuk

🕊️ Hikmah dari Gunung Genuk

Senja mulai turun ketika kami meninggalkan Gunung Genuk.
Suara angin yang tadi menakutkan kini terasa menenangkan, seolah gunung itu telah menyampaikan pesannya.

Kami sadar, perjalanan hari ini bukan sekadar petualangan.
Ini adalah napak tilas jiwa — sebuah perjalanan menyusuri keberanian, kebijaksanaan, dan warisan spiritual dari seorang pejuang rakyat.

Mbah Noyo Gimbal mengajarkan bahwa perjuangan tidak selalu tentang perang dan senjata.
Kadang, perjuangan adalah tentang bertahan dalam sunyi, melawan ketakutan, dan menjaga tanah tempat kita berpijak.


Foto : Alam Sekitar dari atas gunung genuk

Kini, nama Mbah Noyo Gimbal diabadikan di berbagai tempat — dari Tugu Noyo Gimbal di Jepon, hingga Wisata Noyo Gimbal View di Mbangsri.
Namun lebih dari sekadar nama, semangatnya hidup di dada setiap anak negeri yang mencintai sejarah dan tanah airnya.

Gunung Genuk bukan hanya hutan dan batu.
Ia adalah naskah hidup perjuangan, tempat roh leluhur bersemayam dalam keheningan.

Dan ketika motor kami meninggalkan kaki gunung, kami tahu…

Di balik lebatnya dan dinginnya hutan, masih ada jiwa yang menjaga — jiwa seorang pejuang bernama Mbah Noyo Gimbal.


Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.
— Tim Bolodewe Traveler
"Menelusuri Jejak, menghormati alam Merajut Cinta Tanah Air." 

Untuk Video Lengkap Perjalanan Kami Silahkan Saksikan Youtube Kami



Share on Google Plus

About BOLODEWE TRAVELER

0 comments:

Posting Komentar