Menapak Jejak Sang Pengembara: Kisah Syekh Abdul Qohar, Waliyullah dari Ngampel Blora

Oleh: Tim Bolodewe Traveler

Foto : Depan Area Makam Syekh Abdul Qohar


Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Matahari baru naik separuh langit ketika kami, Tim Bolodewe Traveler, memulai perjalanan spiritual kami pada Sabtu, 4 Oktober 2025. Tujuan kami bukan sekadar destinasi wisata religi, melainkan napak tilas jejak seorang wali besarSyekh Abdul Qohar, sang penyebar Islam dari Blora, yang juga dikenal masyarakat sebagai Sunan Ngampel.

Siapa sebenarnya sosok mulia ini? Apa yang membuat makamnya di sebuah desa sunyi di Blora menjadi tempat yang begitu sakral dan penuh kharisma? Semua itu perlahan terjawab seiring langkah kami menyusuri jalanan lengang menuju Desa Ngampel.


Foto : Pintu Masuk Makam Syekh Abdul Qohar

Desa Sunyi yang Menyimpan Cahaya

Desa Ngampel berada sekitar 12 kilometer dari pusat Kota Blora, berbatasan langsung dengan Kabupaten Rembang. Siang itu, suasana desa tampak sepi. Panas terik membuat warga memilih berdiam diri di rumah setelah pagi hari bekerja di ladang.

Namun, di balik kesunyian itu, tersimpan sejarah panjang dakwah dan perjuangan spiritual. Di sinilah, di bawah rimbunan pepohonan jati yang menua, bersemayam Syekh Abdul Qohar, seorang waliyullah keturunan Jaka Tingkir (Raden Hadiwijaya), penguasa Pajang yang terkenal bijak.

Kompleks makamnya tampak tenang. Angin yang berhembus lembut seolah membawa aroma kesejukan dari masa lalu—masa ketika Islam disebarkan bukan dengan pedang, melainkan dengan cinta, ilmu, dan keteladanan.


Foto : Depan Makam Syekh Abdul Qohar

Asal Usul Sang Wali

Menurut penuturan Mbah Aliin, sesepuh Desa Ngampel yang rumahnya tepat di depan gerbang makam, Syekh Abdul Qohar berasal dari Rengel, Tuban, dan merupakan keturunan langsung Jaka Tingkir.

Dalam kitab kuno berbahasa Arab Pegon karya KH. Muhammad Sa’id Hadi Ngadipurwo Blora, dijelaskan bahwa silsilahnya bersambung kepada keluarga besar Kesultanan Demak. Dari Raden Trenggono hingga ke Jaka Tingkir, lalu lahirlah generasi penerus spiritual yang melahirkan tokoh-tokoh besar:

  • Nyai Ageng Malduwut (Rengel, Tuban),
  • Syekh Abdul Qohar (Ngampel, Blora),
  • dan Mbah Abdullah Mutamakkin (Kajen, Pati).

Dari darah para bangsawan dan ulama itulah Syekh Abdul Qohar tumbuh menjadi sosok pengembara sejati.


Foto :  Makam Syekh Abdul Qohar

Sang Pengembara yang Menemukan Takdir di Ngampel

Muda, berani, dan haus ilmu—itulah Syekh Abdul Qohar muda. Ia menjelajahi pulau-pulau, menyeberangi lautan, mendaki gunung, dan menemui para guru sufi dari berbagai penjuru Nusantara. Namun, takdir membawanya berhenti di Blora.

Dikisahkan, suatu hari beliau bertemu dengan Kyai Nur Faqih, seorang ulama kharismatik dari Dukuh Tambak Selo di perbatasan Blora–Rembang. Kepada sang wali muda, Kyai Nur Faqih berpesan,

“Sudah saatnya engkau berhenti mengembara, dan menanam ilmu di tanah yang ditunjukkan Allah.”

Beliau lalu memberikan sebuah takir, nasi yang dibungkus daun pisang, dan menyuruhnya menghanyutkan ke sungai.

“Di mana takir itu berhenti, di situlah engkau menetap dan berdakwah,” kata sang kyai.

Dan sungguh, takir itu berhenti di Desa Ngampel. Sejak saat itu, Syekh Abdul Qohar menetap di sana dan menyebarkan Islam dengan penuh kasih sayang.


Foto : Makam Putri Syekh Abdul Qohar



💍 Cinta, Keluarga, dan Dakwah

Di Ngampel, beliau menikah dengan Siti Zulaikho, putri Ki Ageng Selo, tokoh sufi terkenal yang dikenal mampu “menangkap petir”. Dari pernikahan itu lahirlah dua putri:

  • Siti Tarwiyah, menikah dengan Raden Mas Iskandar, putra Tumenggung Kedu,

  • Siti Arofah, menikah dengan Tumenggung Mayor Tuyuhan, keturunan Pangeran Sambu dari Lasem.

Makam keluarga besar ini kini berdampingan di kompleks makam Ngampel — menjadi saksi abadi cinta, ilmu, dan dakwah.


🕊️ Ketenangan di Bawah Langit Ngampel

Kompleks makam Syekh Abdul Qohar terasa damai. Angin berhembus lembut, daun-daun jati berdesir lirih, seolah ikut berdzikir.
Menurut Mbah Aliin, suasana akan berubah sangat ramai setiap tanggal 10–15 Muharram, saat digelar Haul Syekh Abdul Qohar. Ribuan peziarah datang dari berbagai daerah — Blora, Tuban, Lamongan, Bojonegoro, hingga Jawa Barat.

Namun, kata Mbah Aliin dengan lembut,

“Datanglah dengan niat yang bersih. Jangan meminta dunia. Di sini tempat untuk menenangkan hati, berdzikir, dan mendekat kepada Allah.”


🕌 Perhatian dan Revitalisasi

Pada tahun 2002, Pemerintah Kabupaten Blora di bawah kepemimpinan (Alm.) Bupati Basuki Widodo melakukan revitalisasi kompleks makam. Dibangun cungkup beratap limasan yang menaungi makam utama dan keluarganya. Kini, tempat itu teduh, bersih, dan nyaman bagi peziarah.

“Kalau duduk di sini, rasanya damai sekali. Angin semilir dan suasananya menenangkan hati,” ujar Mahfudz Muntaha, peziarah asal Tuban.


🌸 Warisan Spiritual yang Abadi

Syekh Abdul Qohar mengajarkan bahwa hidup adalah perjalanan panjang menuju Allah. Pengembaraan sejati bukanlah berpindah tempat, melainkan mendekatkan diri pada Sang Pencipta.

Kini, keturunannya tersebar di banyak daerah — menjadi ulama, guru, dan pendakwah yang meneruskan cahaya beliau.
Dari Blora, terang dakwah itu menyinari Jawa, dan dari Jawa, sinarnya terus menyapa Nusantara.


🌺 Dzikir dan Doa di Makam Syekh Abdul Qohar

Bagi para peziarah yang datang ke makam beliau, disarankan untuk membersihkan hati, berwudhu, dan berniat dengan tulus. Duduk bersila, tenangkan diri, lalu lantunkan dzikir dan doa berikut:


Dzikir Singkat di Makam Waliyullah Syekh Abdul Qohar

Astaghfirullāhal ‘Azhīm (33x)
Allāhumma shalli ‘alā Sayyidinā Muhammad (33x)
Lā ilāha illallāh (100x)
Yā Latīf, Yā Rahmān, Yā Rahīm (33x)

Setelah berdzikir, lanjutkan dengan doa:


Doa untuk Syekh Abdul Qohar

Allāhumma ighfir lahu, warhamhu, wa ‘āfihi, wa’fu ‘anhu.
Allāhumma anzil ‘alayhi rahmataka, wa nawwir qobrohu, waj‘al maqbaratahu raudhatan min riyādhil jannah.

“Ya Allah, ampunilah beliau, rahmatilah beliau, muliakanlah tempatnya, dan lapangkanlah kuburnya. Jadikan makamnya sebagai taman dari taman-taman surga-Mu.”

Allāhumma j‘al barokatahu wa ‘ilmahu lanā nūrān wa hudan, wa tsabbit qulūbanā ‘alā dīnikal haq.

“Ya Allah, jadikan keberkahan dan ilmu beliau sebagai cahaya dan petunjuk bagi kami, dan tetapkan hati kami di atas agama-Mu yang haq.”



Perjalanan kami hari itu bukan hanya penelusuran sejarah, tapi juga zikir panjang tentang makna pengabdian dan keikhlasan. Di bawah langit Blora yang biru, kami menyadari, para wali bukan hanya legenda masa lalu—mereka adalah cermin perjalanan jiwa kita hari ini.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


🕊️ Tim Bolodewe Traveler – Menyusuri Jejak Wali, Merajut Cahaya Iman dari Tanah Jawa.

Video Perjalanan Lengkap silahkan saksikan di YouTube Kami



Share on Google Plus

About BOLODEWE TRAVELER

0 comments:

Posting Komentar